Judul Video : Distrik: Condet Tanah Air Siapa?
Channel : Asumsi
Pembawa Acara : Dea Anugrah
Narasumber : Elly, Dicky Arfansuri, Yahya Bin Ali Asyadat, Ali Attamimi, Abdul Kodir
Seperti yg bisa disaksikan sendiri oleh semua orang, daerah Condet yg terletak di Jakarta Timur ini terkenal dengan sebutan Kampung Arab. Akan tetapi, sebutan itu bukan berarti tidak ada sebabnya, karena di pinggiran jalan raya Condet ini penuh sekali dengan toko parfum & juga jajanan yg didominasi oleh orang keturunan Arab. Untuk menggali informasi lebih rinci & lebih dalam, Dea Anugrah selaku host dari channel Youtube Asumsi mengikuti kegiatan & juga sekalian mewawancarai 5 orang di daerah Condet tersebut, mulai dari warga biasa sampai pemilik toko parfum.
Ulasan video Distrik kali ini diawali dengan obrolan santai dengan Mpok Elly, seorang warga biasa yg juga memiliki usaha kulinernya sendiri yg dinamakan dengan ‘Kuliner Khas Condet Mpok Elly’. Sambil berbincang-bincang dengan Mpok Elly, Dea disuguhkan dengan salah satu makanan yg disebut dengan kue ongol-ongol. Bentuk kue ongol-ongol ini ternyata hampir menyerupai kue putu mayang yg berwarna-warni. Yang membedakan adalah, kue ongol-ongol itu berwarna putih karena khas Betawi. Tentu saja, kue ini rasanya manis. ” Kalo kata orang dulu, orang Betawi dibilang, ‘ih lo manis banget, sih!’ “ , ucap Mpok Elly saat Dea bertanya, kenapa semua cemilan Betawi rasanya rata-rata itu manis.
Tidak hanya berbicara tentang cemilan saja, Mpok Elly juga sempat membahas pengalaman masa kecilnya. Ia bercerita dulu Ia sampai mesti berebutan dengan orang lain bahkan saudaranya sendiri, ketika mengambil buah Duku yg panen di setiap pagi hari saat waktu shubuh. Karena, menurutnya Duku Condet memiliki rasa yg jauh lebih nikmat dibandingkan dengan Duku Palembang.
Beralih ke warga biasa lainnya, kali ini Dicky Arfansuri yg menjadi narasumber kedua. Di awal perbincangannya dengan Dea, Dicky memaparkan sekilas tentang prinsip anak Betawi. Yaitu, jaga tanah, bela agama, jaga ulama. ” Pokoknya ya kita jaga ulama, terus kita jaga keamanan di kampung sendiri. Jadi, kalo kita berat sebelah pun, keliatannya nggak bijaksana juga. “ , ucap dirinya. Dicky juga menyampaikan pendapatnya terkait sebutan Kampung Arab yg biasanya dikenal diperuntukkan untuk warga daerah Condet. Baginya, mau disebut Kampung Cina, Kampung Betawi / panggilan lainnya itu sebenarnya tidak masalah, asalkan seseorang yg tinggal di Condet ini harus menjunjung tinggi & menghargai budaya Condet yg sdh ada sejak dahulu kala.
Setelah itu, Dea menyempatkan diri datang ke sebuah toko parfum untuk berbincang-bincang lebih lanjut dengan pemilik toko tersebut, yaitu Yahya Bin Ali Asyadat. Kali ini yg menjadi topik pembicaraannya adalah agama, lebih khususnya Agama Islam. Karena, Dea bertanya pernah / tidak kah terjadi gesekan antar warga yg sebagian besar di Condet didominasi oleh orang keturunan Arab, Habib Yahya menuturkan bahwa, bagi siapapun orang Islam yg memegang betul prinsip Agama, tidak akan menimbulkan gesekan. Seseorang tersebut sudah memiliki kewajiban untuk mengikuti tuntutannya, yaitu ajaran ulama. Dea kemudian juga menanyakan pendapat dari Habib Yahya terkait fenomena 10 tahun terakhir, yg dimana golongan habib juga ikut bersuara & terjun ke dunia politik. Menanggapi pernyataan tersebut, Habib Yahya menuturkan jikalau seorang alim ulama memang sampai datang ke Istana utk sekedar mengikuti demo, bukanlah sebuah panggilan yg cocok untuk orang tersebut dipanggil dengan alim ulama.
Lagi-lagi, Ali Attamimi yg juga merupakan seorang warga biasa kali ini juga menjadi narasumber Dea yg ke-4. Perbincangan mereka diawali dengan membahas pandemi Covid-19 yg menimpa seluruh isi Bumi kita ini. Tepatnya pada pertengahan Maret yg lalu, virus Covid-19 ini mulai sedikit demi sedikit menyerang Indonesia. Tepatnya tanggal 14, PSBB pun diberlakukan. Ali kemudian mendatangi salah satu ustadz utk berdiskusi & bertukar pendapat serta mencari solusi bagaimana dampaknya terhadap warga Condet yg rata-rata penghasilannya belum bisa terbilang cukup. Hal ini tentu saja bisa menimbulkan kejahatan berupa tindakan kriminal. Solusi yg ditemukan adalah bahwa, setiap warga disini harus mendapatkan beras dengan perhitungan Rp16.600,00,- / orangnya. Dibutuhkan sekitar 55 juta utk membagikan 3300 warga Condet yg ada. “Aku kasih gambaran bahwa kalo kita bersatu, murah. ” , ucap Ali. Ini membuktikan dengan sedekah dengan nominal ygyg t tidak besar itu, bisa tetap menyatukan kebutuhan warga Condet.
Untuk narasumber yg terakhir dalam video kali ini, seorang penggiat lingkungan Condet yg bernama Abdul Kodir lah yg ikut serta menjadi orang yg berbagi cerita & pengalamannya dengan Dea Anugrah. Topik yg dibicara mereka adalah perihal tanah dari keluarga Pak Abdul yg sudah lama menetap di Condet, tidak seperti tanah orang Betawi lainnya yg sebagian besar sudah melepas tanah mereka. Menanggapi peristiwa ini, Pak Abdul menjelaskan, ” Ya, mungkin kita masih beruntung ya. Ada tempat lain yang bisa kita jadikan sebagai tempat tinggal. Gimana tempat ini bisa bertahan pelestariannya. Terus juga kebutuhan tempat tinggal adek-adek, cucu-cucu kita bisa terpenuhi. “ Ia juga menjelaskan, Salak Condet itu memiliki 32 jenis yg berbeda-beda. Diantara semua itu, Salak Tamu dikenal dengan Salak yg paling bagus karena ukurannya yg besar & dagingnya yg tebal.