23/12/2024

Asumsi | Distrik: Blok M yang Memabukkan

Judul Video : Distrik: Blok M yang Memabukkan

Channel : Asumsi

Pembawa Acara : Dea Anugrah

Narasumber : Denny Malik, Adriansyah Yasin, Jadi, Frans, Ryuji Yamagen, Takeya Daisesi

Dalam video Distrik buatan Channel Asumsi yg sudah di-upload sejak awal Bulan Agustus yg lalu ini, membahas tentang sebuah wilayah tempat berkumpulnya anak muda zaman sekarang, yaitu Blok M. Tidak hanya menjadi tempat nongkrong, Blok M yg letaknya dekat Kebayoran & juga pusat pemerintahan kota ini menjadi tempat yg cocok utk berbinis.

Selain berdirinya Kantor Sekretariat ASEAN & juga Kantor Mabes POLRI, sejak September 2019, lahan tanah dari Perum Peruri yg sudah terbengkalai selama puluhan tahun sudah didirikan M Bloc Space agar suasana di sekitar tempat tersebut hidup kembali. Untuk melengkapi pengetahuan para penonton, Dea Anugrah sebagai Pembawa Acara mewawancarai 6 orang disana yg memiliki latar belakang serta profesi yg berbeda-beda.

Hadirnya M Bloc Space menjadi tempat nongkrong baru anak muda di ibukota
(Sumber: IG @mblocspace)

Denny Malik, seorang koreografer & penyanyi lulusan SMAN 6 Jakarta menjadi narasumber pertama Dea dalam mengenal Blok M lebih jauh lagi. Selama menjadi orang Blok M sedari kecil, Denny mengutarakan bahwa dulu wilayah ini sangatlah asri. Di setiap pagi perjalanannya menuju sekolah, Ia masih merasakan & melihat embun yg ada di pinggir jalan. Toko & gedung belum terlihat sama sekali pada saat itu.

Menjalani masa remajanya di SMAN 6, Denny juga menjelaskan sekolahnya itu identik dengan tawuran. STM Penerbangan lah yg menjadi musuh bebuyutan SMAN 6. Akan tetapi, apabila berbicara mengenai tawuran, menurut Denny, tawuran yg dulu itu tidak se-ngeri seperti sekarang karena dulu tidak memakai alat-alat sampai benda yg mematikan seperti sekarang.

Bisa dibilang seperti sekedar hanya ajang olahraga saja. Lagipula, yg Ia harapkan dari tawuran itu hanya dampak liburnya, bisa berhari-hari bahkan bisa sampai seminggu kalau sekolahnya/sekolah di sekitarnya mengikuti tawuran. Hiburan yg Denny dapatkan dulu itu makan di pinggiran jalan. Karena, kehadiran tempat hiburan di Selatan hanyalah Aldiron, Ratu Plaza & Melawai Plaza saja.

Pembagian wilayah Kebayoran di tahun 1968

Kemudian, Dea Anugrah juga berbincang dengan seorang aktivis transportasi publik & perencana kota yaitu, Adriansyah Yasin. Adriansyah menjelaskan di awal pertemuannya dengan Dea bahwa, pada tahun 1940 dulu, hanya 600.000 orang saja yg tinggal di Jakarta. Mulai naik 2x lipat 10 tahun kemudian di tahun 1950, ada kurang lebih 1.5 juta jiwa & kini hampir mendekati 11 juta jiwa. Di zaman sebelum kemerdekaan itulah, Belanda & Pemerintah Indonesia menjadikan Kebayoran sebagai kota mandiri pertama di daerah metropolitan Jakarta.

Nama Blok M hadir diambil dari distrik yg namanya blok-blok alfabetik. Yang kini hanya tersisa, Blok M, Blok S & juga Blok A. Nama-nama Blok yg lain tidak bertahan lama seperti sekarang, karena wilayah tersebut kalah tenar dengan nama lain. Seperti, Senopati & Petogogan. Tetapi, tetap Blok M sebagai pusat/sentralnya. Setelah bertemu dengan Adriansyah, Dea tidak lupa memintai pendapat 2 warga biasa di sana, yaitu Jadi & Frans. Menurut Jadi, Jakarta Selatan memang tempat paling top utk anak muda menghabiskan waktu dengan lagi-lagi Blok M sebagai pusatnya.

Frans menambahkan, memang dari dulu Blok M sudah menjadi tempat orang-orang kaya yg mencari kesenangan, bermain sepatu roda, ya buang-buang uang lah istilahnya. Hal ini terjadi di setiap harinya, tidak hanya di malam weekend saja.

Suasana dari dalam Gen’s Bar & Resto milik Ryuji Yamagen
(Sumber: IG @gens.jkt)




Tidak hanya orang Indonesia saja yg menjadi narasumber dari Dea. Kini, orang luar yg memiliki usaha restoran di Blok M ini menjelaskan kenapa mereka yg berasal dari Jepang bisa menghidupi kehidupannya di ibukota ini, Mulai dari seorang musisi & juga pemilik Bar Gen’s yaitu, Ryuji Yamagen. Yamagen-san sudah tinggal di Jakarta sejak tahun 2015 yg lalu. Sejak itu, Ia mulai mencari bar kecil seperti mengulang kehidupannya di Nagoya sewaktu belum pindah ke Jakarta. Karena, sewaktu masih di Nagoya, Ia hampir di setiap malamnya mengunjungi bar untuk menghabiskan waktunya.

Pada awalnya, Ia tidak menemukan bar yg membuat dirinya nyaman di Jakarta. Ia pun tidak kehabisan akal & mulai membangun bar nya sendiri. Ia akui, suasana hiburan disini sudah bisa dibilang mirip dengan di Jepang. Banyaknya orang yg tidur di pinggir jalan karena mabuk, menjadi tolak ukurnya. Walau, sesekali Ia tentu saja sebagai orang asing pasti rindu akan kampung halamannya.

Suasana dari dalam π„πƒπŽπ— 𝐉𝐀𝐏𝐀𝐍𝐄𝐒𝐄 𝐑𝐄𝐒𝐓𝐀𝐔𝐑𝐀𝐍𝐓, sebagai salah satu restoran dari Daisei Group
(Sumber: IG @edox.restaurant)



Orang Jepang selanjutnya adalah, Takeya Daisei selaku CEO dari Daisei Group. Daisei-san menuturkan bahwa, pada tahun 1995 di Blok M, merupakan tempat yg ramai sekali. Karena lengkapnya fasilitas hiburan yg ada, mulai dari restoran, karaoke, sauna yg hampir semuanya bernuansa Jepang. Ia yg sejak lahir sudah di ibukota ini, memang sudah sedari kecil bersama teman-temannya sering menghabiskan waktu di Blok M.

Karena, pada waktu itu banyak sekali orang Jepang yg mengontrak rumah sebagai tempat tinggal mereka ataupun sebagai kos-kosan utk tinggal di Jakarta. Daisei-san juga menjelaskan bahwa orang Jepang memang sengaja membuat istilah Little Tokyo, seperti yg sudah tidak asing lagi di telinga kita sekarang ini. Hal itu bermula pada tahun 2002. Di setiap kesempatannya naik taksi menuju Blok M, Ia menyebutnya dengan istilah Little Tokyo Blok M. Maka dari inilah, otomatis para supir taksi beranggapan Blok M itu Little Tokyo.

7 tahun berselang di tahun 2009, populasi orang Jepang disana mulai turun. Sehingga, Daisei-san mesti mengubah menu yg Ia sediakan di restorannya dengan menambahkan huruf latin & juga gambar dari menu tersebut. Sehingga orang lokal, bule, turis bisa memahami & tertarik akan mengunjungi restorannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.